Seantero
Unair tentu tak asing dengan sebaris kalimat “Universitas Airlangga Menuju 500
World Class University”. Bagaimana tidak, para petinggi kampus, mulai pak
rektor dan jajarannya tak pernah absen meneriakkan bahwa Unair harus masuk
kedalam rangking 500 besar dunia. Bahkan stiker di badan Bus Flash kebanggaan
seluruh civitas akademika tak luput memuat “Unair Towards 500 World Class
University”.
Tak
banyak yang tahu mengapa Unair menargetkan itu, apakah tujuannya, dan apakah
dampaknya, terutama untuk civtias akademika. Pihak kampus yang kurang
sosialisasi hingga ke bawahan, termasuk mahasiswa ataukah memang para civitas
akademika yang seakan menutup mata dan telinga sehingga banyak yang tidak tahu?
Saya yakin sebagian besar dosen, pegawai, dan mahasiswa banyak yang tidak tahu,
begitupun dengan saya.
Awalnya
saya bertanya-tanya “gawe opo sih iku?
opo manfaate? wifi sek mandek ae, atek world class university barang.”. Setelah
menjadi bagian dari staff magang Badan Perencanaan dan Pengembangan saya
menjadi tahu alasan mengapa Unair menargetkan menjadi top ranking 500 besar
dunia dan bagaimana upaya dari BPP agar ranking Unair naik.
Dari
Kemenristekdisktilah asal muasalnya. Kemenristekdikti menargetkan
PTN di Indonesia dapat masuk top 500 kelas dunia. Penargetan Kemenenristekdikti
kepada seluruh perguruan tinggi negeri bukanlah tanpa alasan. Hal ini
dikarenakan adanya harapan peningkatan mutu pendidikan yang mampu menghasilkan
tenaga kerja yang berkualitas untuk bersaing dengan negara di dunia.
Bagaimana
dengan Unair?
Menurut
saya upaya yang dilakukan Unair untuk naik ke rangking tersebut sudah baik,
yakni dengan mulai menggalakkan aksi menggunakan website dengan domain unair.ac.id
atau dengan memerbanyak mengunggah jurnal penelitian agar terindeks Scopus. Sayangnya
hal tersebut tidak diimbangi dengan action
berupa dukungan dari seluruh civitas akademika. Para mahasiswa dan ormawa
sangat jarang sekali menggunakan email dan web berdomain unair.ac.id, padahal
sudah disediakan oleh pihak kampus. Alasannya adalah ribetnya proses pengurusan
web berdomain unair. Dan ya, benar adanya. Birokrasi yang mbulet dan lamanya waktu website itu rampung membuat mereka enggan
untuk melanjutkan. Dari sisi dosen, beda lagi. Dosen Unair tentu penelitiannya
tak hanya satu atau dua saja, tetapi bisa puluhan. Sayangnya jurnal hasil
penelitiannya tidak diupload di Google Scholar atau mensubmit agar jurnalnya
terindeks Scopus.
Menurut
saya, jika Unair ingin menjadi masuk rangking 500 besar dunia, hendaknya aspek
internalnya dibenahi dulu. Mengapa demikian? Karena Unair memiliki masalah
internal yang kompleks dari atas hingga bawah.
Contohnya
masih banyak fasilitas dan sarana prasana kampus yang kurang mendukung. Wifi
bermasalah hampir di setiap fakultas, minimnya lahan parkir di Kampus B, banyaknya
ruang kelas yang harus dibenahi. Hal ini diperparah dengan ribetnya birokrasi
jika ingin mengurus sesuatu. Contoh di fakultas saya, selain juteknya petugas
saat melayani, birokrasi pengurusan acara seakan dipersulit. SOP pengurusan
berkas bergonta-ganti ditambah dengan lamanya waktu pengurusan berkas membuat
mahasiswa semakin tidak respek. Jangan lupakan masalah gedung sharia tower yang
mangkrak (baru dilanjutkan pembangunan setelah ada suntikan dana), kacaunya kegiatan
KKN tiap tahun, dan masalah terbaru adalah banyaknya sertifikat ELPT palsu
calon wisudawan yang berujung pada hukuman yang menurut sebagian mahasiswa
bukanlah solusi yang tepat.
Jika
ingin menaikkan ranking, hendaknya bagian internalnya harus dibenahi dulu. Logikanya
jika fasilitas, sarana prasarana pendukung perkuliahan oke, rasanya para
mahasiswa akan 100% mendukung kampusnya untuk masuk kedalam rangking 500 besar
dunia. Lah wong bagian dalam kampus
masih amburadul gitu kok mau jadi 500 universitas kelas dunia. Ya tidak salah
jika mahasiswa memandang itu semua sebagai obsesi semata tidak peduli apa
tujuan mengapa Unair harus menjadi 500 ranking dunia.
Pelayanan
kemahasiswaan hendaknya juga ditingkatkan. Mbok ya ramah gitu lo, pak, buk
bagian kemahasiswaan ketika kami para mahasiswa mengurus berkas. Toh jika kami
menang lomba atau exchange keluar negeri, impactnya ke Unair juga toh?
Untuk
masalah web fakultas yang tidak terurus, saya rasa hal itu dikarenakan karena
malasnya pegawai untuk mengupdate berita di web fakultasnya. Bisa juga
disebabkan karena gapteknya si pegawai. Mengapa tidak menugaskan para mahasiswa
saja? Jadi mahasiswa dijadikan agen untuk membantu mengurus website fakultas.
Dananya darimana? Ah uang, satu hal yang nyatanya menjadi ganjalan besar.
Dari
masalah yang saya paparkan diatas mohon untuk dibenahi satu-satu. Bagian internalnya
dahulu yang dibenahi. Saya yakin bagian luaran seperti kerjasama dengan pihak
asing akan menambah poin Unair menjadi top 500 universitas tingkat dunia, jadi
hal itu tinggal ditingkatkan saja. Yang terpenting adalah bagian internalnya.
Seperti yang sudah saya jelaskan, jika aspek-aspek masalah tadi dibenahi saya
yakin mahasiswa akan mendukung penuh tanpa diminta sekalipun. Mahasiswa sudah
difasilitasi, jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak mendukung kampus tercinta
menjadi kampus top 500 dunia.
Jadi, kapan mulai dibenahi?
what a complete analysis it is. Very thoughtfull and hopefully, the Unair stake holders wiil accomodate the ideas u proposed above. Keep writing. #SalamAKUBISA
BalasHapus