Laman

Sabtu, 16 September 2017

Unair Towards Top Ranks 500 World Class University : Apa yang Harus Dibenahi?

Seantero Unair tentu tak asing dengan sebaris kalimat “Universitas Airlangga Menuju 500 World Class University”. Bagaimana tidak, para petinggi kampus, mulai pak rektor dan jajarannya tak pernah absen meneriakkan bahwa Unair harus masuk kedalam rangking 500 besar dunia. Bahkan stiker di badan Bus Flash kebanggaan seluruh civitas akademika tak luput memuat “Unair Towards 500 World Class University”.

Universitas Airlangga Menuju 500 World Class University, sekedar obsesi atau bagaimana?

Tak banyak yang tahu mengapa Unair menargetkan itu, apakah tujuannya, dan apakah dampaknya, terutama untuk civtias akademika. Pihak kampus yang kurang sosialisasi hingga ke bawahan, termasuk mahasiswa ataukah memang para civitas akademika yang seakan menutup mata dan telinga sehingga banyak yang tidak tahu? Saya yakin sebagian besar dosen, pegawai, dan mahasiswa banyak yang tidak tahu, begitupun dengan saya.

Awalnya saya bertanya-tanya “gawe opo sih iku? opo manfaate? wifi sek mandek ae, atek world class university barang.”. Setelah menjadi bagian dari staff magang Badan Perencanaan dan Pengembangan saya menjadi tahu alasan mengapa Unair menargetkan menjadi top ranking 500 besar dunia dan bagaimana upaya dari BPP agar ranking Unair naik.

Dari Kemenristekdisktilah asal muasalnya. Kemenristekdikti menargetkan PTN di Indonesia dapat masuk top 500 kelas dunia. Penargetan Kemenenristekdikti kepada seluruh perguruan tinggi negeri bukanlah tanpa alasan. Hal ini dikarenakan adanya harapan peningkatan mutu pendidikan yang mampu menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas untuk bersaing dengan negara di dunia.
   
Bagaimana dengan Unair?

Menurut saya upaya yang dilakukan Unair untuk naik ke rangking tersebut sudah baik, yakni dengan mulai menggalakkan aksi menggunakan website dengan domain unair.ac.id atau dengan memerbanyak mengunggah jurnal penelitian agar terindeks Scopus. Sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan action berupa dukungan dari seluruh civitas akademika. Para mahasiswa dan ormawa sangat jarang sekali menggunakan email dan web berdomain unair.ac.id, padahal sudah disediakan oleh pihak kampus. Alasannya adalah ribetnya proses pengurusan web berdomain unair. Dan ya, benar adanya. Birokrasi yang mbulet dan lamanya waktu website itu rampung membuat mereka enggan untuk melanjutkan. Dari sisi dosen, beda lagi. Dosen Unair tentu penelitiannya tak hanya satu atau dua saja, tetapi bisa puluhan. Sayangnya jurnal hasil penelitiannya tidak diupload di Google Scholar atau mensubmit agar jurnalnya terindeks Scopus.

Menurut saya, jika Unair ingin menjadi masuk rangking 500 besar dunia, hendaknya aspek internalnya dibenahi dulu. Mengapa demikian? Karena Unair memiliki masalah internal yang kompleks dari atas hingga bawah.

Contohnya masih banyak fasilitas dan sarana prasana kampus yang kurang mendukung. Wifi bermasalah hampir di setiap fakultas, minimnya lahan parkir di Kampus B, banyaknya ruang kelas yang harus dibenahi. Hal ini diperparah dengan ribetnya birokrasi jika ingin mengurus sesuatu. Contoh di fakultas saya, selain juteknya petugas saat melayani, birokrasi pengurusan acara seakan dipersulit. SOP pengurusan berkas bergonta-ganti ditambah dengan lamanya waktu pengurusan berkas membuat mahasiswa semakin tidak respek. Jangan lupakan masalah gedung sharia tower yang mangkrak (baru dilanjutkan pembangunan setelah ada suntikan dana), kacaunya kegiatan KKN tiap tahun, dan masalah terbaru adalah banyaknya sertifikat ELPT palsu calon wisudawan yang berujung pada hukuman yang menurut sebagian mahasiswa bukanlah solusi yang tepat.

Jika ingin menaikkan ranking, hendaknya bagian internalnya harus dibenahi dulu. Logikanya jika fasilitas, sarana prasarana pendukung perkuliahan oke, rasanya para mahasiswa akan 100% mendukung kampusnya untuk masuk kedalam rangking 500 besar dunia. Lah wong bagian dalam kampus masih amburadul gitu kok mau jadi 500 universitas kelas dunia. Ya tidak salah jika mahasiswa memandang itu semua sebagai obsesi semata tidak peduli apa tujuan mengapa Unair harus menjadi 500 ranking dunia.

Pelayanan kemahasiswaan hendaknya juga ditingkatkan. Mbok ya ramah gitu lo, pak, buk bagian kemahasiswaan ketika kami para mahasiswa mengurus berkas. Toh jika kami menang lomba atau exchange keluar negeri, impactnya ke Unair juga toh?

Untuk masalah web fakultas yang tidak terurus, saya rasa hal itu dikarenakan karena malasnya pegawai untuk mengupdate berita di web fakultasnya. Bisa juga disebabkan karena gapteknya si pegawai. Mengapa tidak menugaskan para mahasiswa saja? Jadi mahasiswa dijadikan agen untuk membantu mengurus website fakultas. Dananya darimana? Ah uang, satu hal yang nyatanya menjadi ganjalan besar.

Dari masalah yang saya paparkan diatas mohon untuk dibenahi satu-satu. Bagian internalnya dahulu yang dibenahi. Saya yakin bagian luaran seperti kerjasama dengan pihak asing akan menambah poin Unair menjadi top 500 universitas tingkat dunia, jadi hal itu tinggal ditingkatkan saja. Yang terpenting adalah bagian internalnya. Seperti yang sudah saya jelaskan, jika aspek-aspek masalah tadi dibenahi saya yakin mahasiswa akan mendukung penuh tanpa diminta sekalipun. Mahasiswa sudah difasilitasi, jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak mendukung kampus tercinta menjadi kampus top 500 dunia.


Jadi, kapan mulai dibenahi?

1 komentar:

  1. what a complete analysis it is. Very thoughtfull and hopefully, the Unair stake holders wiil accomodate the ideas u proposed above. Keep writing. #SalamAKUBISA

    BalasHapus