Siang itu, usai
kelas, aku sedang berjalan dari kantin menuju ke arah gazebo yang berada di
bagian dalam komplek fakultas. Mau tak mau aku harus melewati koridor dekat
masjid jika ingin segera sampai kesana. Ketika lewat di depan masjid, kepalaku
refleks menoleh. Sebuah lambaian tangan tertuju kepadaku. Aku memfokuskan mata.
Maklum mataku yang rabun jauh butuh ekstra tenaga jika ingin apa yang aku lihat
menjadi jelas. Ah ya tak salah lagi. Itu dia.
Senyumku mengembang, kubalas lambaiannya.
Senyumku mengembang, kubalas lambaiannya.
Aku memanggilnya “Mbak”, lazimnya
panggilan orang Jawa kepada seseorang yang lebih tua. Meski kami seumuran, aku
tetap menggilnya Mbak di kampus, karena ia adalah kakak tingkatku. Kakak
tingkat beda jurusan tepatnya. Alasan lain mengapa aku harus memanggilnya Mbak
adalah karena ia lebih tua 8 bulan dariku. “Kan lahirnya duluan aku walaupun
tahun lahirnya sama. Selisih 8 bulan dari Januari ke September”, katanya. Ia sama
sekali tak mau aku panggil hanya nama saja. Mbak. Hmm baiklah.....
Ia memakai setelan baju, rok serta
khimar panjang dengan warna senada. Coklat. Disana ia sedang duduk dikelilingi
segerombol orang. Rupanya di serambi masjid tersebut sedang ada sebuah forum,
dengan si Mbak sebagai titik fokus utama. “Siapa orang-orang itu? Apa yang
mereka lakukan?”, tanyaku. Otakku berpikir cepat untuk menemukan jawaban.
Mentoring. Tak salah lagi, pasti mereka sedang mentoring dengan ia sebagai mentornya.
Dugaku orang-orang itu adalah adik kelas, angkatan satu tingkat di bawahku.
Ingin segera menuruni tangga menuju
masjid, menghambur, mendaratkan peluk kepadanya sembari berbisik berkata bahwa
betapa senangnya aku hari ini karena dapat menjumpainya. Maklum kami memang
jarang bertemu meski satu fakultas. Jika bukan karena acara yang dulu
memertemukan kami, mungkin sampai sekarang aku tak pernah sekalipun berjumpa
dengannya. Langkahku tercekat. Sadar bahwa ia sedang mentoring dengan adik
kelas membuatku mengurungkan niat, tak seharusnya hal itu aku lakukan.
Tak berhenti disitu, sebuah
pertanyaan lancang menyeruak. Siapakah aku? Berani-beraninya memeluk. Ia, Mbak,
yang ternyata adalah kepala departemen di organisasinya. Ia, seorang mentor
yang pastinya begitu disayang oleh adik-adik mentoringnya, dan disayang pula oleh
rekan sejawatnya di organisasi itu.
Lagi-lagi siapakah aku?
***
Tanpa Mbak sadari, begitu banyak
pelajaran yang ia ajarkan kepadaku. Mengajari bagaimana seharusnya memakai
kerudung dengan benar, menegur jika aku tak memakai celana panjang dan kaos
kaki jika aku sedang memakai rok. Agar lebih menutup aurat ketika naik sepeda
motor ujarnya. Ada banyak hal yang dia ajarkan, semua itu dikatakan tanpa
menggurui sedikitpun. Maaf jika aku terlampau sering bertanya ini itu kepadamu.
Uhibbuki fillah Mbak. I want always
with you, now, tomorrow, and ‘till Jannah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar